Lulus dari STM di Ciamis, Jawa Barat, Dede Achmad Mugiono mencoba
mengadu nasib ke Kota Bandung. Di kota kembang ini ia diterima di sebuah
pabrik garmen sebagai teknisi listrik. Pekerjaan ini ia lakoni selama
12 tahun, mulai dari karyawan biasa hingga kepala bagian.
Karena pabriknya bangkrut, Dede terpaksa berpindah-pindah kerja. Di perusahaan terakhir, Dede juga melihat akan mengalami hal yang sama. Hingga suatu hari bosnya berkata, “Dede, kamu ini sebenarnya orang pintar dan tidak pantas jadi karyawan.”
Ketika tempat kerjanya bangkrut, Dede mendapat pesangon Rp 1 juta dan tambahan dari bosnya Rp 1 juta. “Saya sadar jika uang segitu jika dibelanjakan akan habis dalam hitungan hari,” kenang Dede. Ia kemudian berfikir, uang Rp 1 juta itu ia gunakan untuk membayar uang muka motor sebagai modal usaha.
Dengan motor itu ia menawarkan jasa servis ke perusahaan-perusahaan garmen. Karena kegigihan dan layanan yang memuaskan, dalam waktu tidak lama ia sudah mempunyai 6 pelanggan pabrik garmen dengan total jumlah mesin jahit sekitar 200 biji. Penghasilan dari jasa servis itu cukup lumayan dan bisa untuk menopang hidupnya di Jakarta.
Suatu hari rekan kerjanya menawari kerja sama membuka usaha konveksi. Kerjasama ini sifatnya barter, si rekan ingin memanfaatkan ilmu dan pengalaman Dede dalam bisnis garmen.
Dede menyambut suka cita tawaran itu dan menaruh harapan besar dari usaha baru ini. Dengan modal Rp 50 juta, ia mulai membuka usaha konveksi dengan membeli mesin jahit dan bahan produksi. Mesin jahit tersebut tidak semua dijadikan alat produksi. Jika ada yang butuh, mesin itu dijual kembali.
Tidak lama, usaha Dede menuai sukses. Produknya mampu menembus Amerika. Namun di saat ia menikmati kesuksesan, sesuai kesepakatan awal, temannya akan menarik modal tersebut. “Saya sudah siap mandiri, bagaimana dengan Pak Dede? Kapan kira-kira Pak Dede siap?” ungkap sang rekan kala itu.
Tentu saja itu menjadi pukulan berat bagi Dede. Apalagi saat itu pesanannya mulai ada tanda-tanda menurun setelah tragedi runtuhnya menara WTC di Amerika tahun 2001. Tragedi itu secara langsung berimbas pada kegiatan perekonomian negeri Paman Sam, tidak terkecuali produk garmen.
Namun sang rekan masih berbaik hati dengan memberi kesempatan Dede selama tiga bulan lagi. Kesempatan tersebut ia manfaatkan untuk mencari keuntungan sebanyak-banyak sebagai modal ketika sang rekan betul-betul memutus kerjasama.
Kerja keras Dede membuahkan hasil. Ia berhasil memperoleh keuntungan Rp 7 juta. Uang tersebut ia gunakan membeli mesin jahit sebanyak 10 buah. Ia pun dengan berani mengontrak rumah sebagai tempat usaha sebesar Rp 5 juta pertahun. “Alhamdulillah, kontraknya tidak dibayar dimuka,” kenangnya.
Seiring dengan waktu, usaha konveksi dan jual beli mesin jahit Dede mulai berkembang. Karena merasa cukup modal, akhirnya tahun 2005 ia mendirikan CV Tunas Utama Mesin sebagai payung usaha. Dengan bendera ini, ia mulai bermain pada skala yang lebih besar.
Tahun 2007, ada sebuah pabrik garmen mengalami pailit. Pabrik tersebut banyak masalah dan sang pemilik kabur sebelum menyelesaikan urusan dengan karyawannya. Tidak ada perusahaan atau pemilik modal yang mau mengambil alih.
“Padahal sebenarnya pabrik tersebut masih punya aset ratusan mesin jahit senilai Rp 200 juta,” jelas Dede. Pihak menejemen sendiri ingin menjual mesin jahit tersebut secara borongan. Lagi-lagi tidak ada pihak yang berani atau tertarik untuk membelinya.
Dengan niat ingin menolong, Dede menawarkan diri untuk membelinya. Meskipun ia sendiri tidak mempunyai uang sebanyak itu. Ia hanya mempunyai uang Rp 25 juta dan sisanya dibayar dengan cara mencicil.
Di luar dugaan tawaran Dede disetujui oleh pihak menejemen. Dan hebatnya, dalam tempo satu bulan pembayaran bisa lunas.
Kini, usaha Dede terus berkembang. Jumlah karyawannya 8 orang. Omsetnya sudah mencapai ratusan juta rupiah tiap bulannya.
Ketika ditanya, ia enggan menyebutkan secara pasti. Tapi yang jelas setiap bulannya Dede mampu mengangsur ratusan juta. “Nggak tahu ya berapa omsetnya, yang jelas tiap bulan saya membayar kewajiban kepada rekan bisnis Rp 400 juta,” jelasnya.
Karena pabriknya bangkrut, Dede terpaksa berpindah-pindah kerja. Di perusahaan terakhir, Dede juga melihat akan mengalami hal yang sama. Hingga suatu hari bosnya berkata, “Dede, kamu ini sebenarnya orang pintar dan tidak pantas jadi karyawan.”
Ketika tempat kerjanya bangkrut, Dede mendapat pesangon Rp 1 juta dan tambahan dari bosnya Rp 1 juta. “Saya sadar jika uang segitu jika dibelanjakan akan habis dalam hitungan hari,” kenang Dede. Ia kemudian berfikir, uang Rp 1 juta itu ia gunakan untuk membayar uang muka motor sebagai modal usaha.
Dengan motor itu ia menawarkan jasa servis ke perusahaan-perusahaan garmen. Karena kegigihan dan layanan yang memuaskan, dalam waktu tidak lama ia sudah mempunyai 6 pelanggan pabrik garmen dengan total jumlah mesin jahit sekitar 200 biji. Penghasilan dari jasa servis itu cukup lumayan dan bisa untuk menopang hidupnya di Jakarta.
Suatu hari rekan kerjanya menawari kerja sama membuka usaha konveksi. Kerjasama ini sifatnya barter, si rekan ingin memanfaatkan ilmu dan pengalaman Dede dalam bisnis garmen.
Dede menyambut suka cita tawaran itu dan menaruh harapan besar dari usaha baru ini. Dengan modal Rp 50 juta, ia mulai membuka usaha konveksi dengan membeli mesin jahit dan bahan produksi. Mesin jahit tersebut tidak semua dijadikan alat produksi. Jika ada yang butuh, mesin itu dijual kembali.
Tidak lama, usaha Dede menuai sukses. Produknya mampu menembus Amerika. Namun di saat ia menikmati kesuksesan, sesuai kesepakatan awal, temannya akan menarik modal tersebut. “Saya sudah siap mandiri, bagaimana dengan Pak Dede? Kapan kira-kira Pak Dede siap?” ungkap sang rekan kala itu.
Tentu saja itu menjadi pukulan berat bagi Dede. Apalagi saat itu pesanannya mulai ada tanda-tanda menurun setelah tragedi runtuhnya menara WTC di Amerika tahun 2001. Tragedi itu secara langsung berimbas pada kegiatan perekonomian negeri Paman Sam, tidak terkecuali produk garmen.
Namun sang rekan masih berbaik hati dengan memberi kesempatan Dede selama tiga bulan lagi. Kesempatan tersebut ia manfaatkan untuk mencari keuntungan sebanyak-banyak sebagai modal ketika sang rekan betul-betul memutus kerjasama.
Kerja keras Dede membuahkan hasil. Ia berhasil memperoleh keuntungan Rp 7 juta. Uang tersebut ia gunakan membeli mesin jahit sebanyak 10 buah. Ia pun dengan berani mengontrak rumah sebagai tempat usaha sebesar Rp 5 juta pertahun. “Alhamdulillah, kontraknya tidak dibayar dimuka,” kenangnya.
Seiring dengan waktu, usaha konveksi dan jual beli mesin jahit Dede mulai berkembang. Karena merasa cukup modal, akhirnya tahun 2005 ia mendirikan CV Tunas Utama Mesin sebagai payung usaha. Dengan bendera ini, ia mulai bermain pada skala yang lebih besar.
Tahun 2007, ada sebuah pabrik garmen mengalami pailit. Pabrik tersebut banyak masalah dan sang pemilik kabur sebelum menyelesaikan urusan dengan karyawannya. Tidak ada perusahaan atau pemilik modal yang mau mengambil alih.
“Padahal sebenarnya pabrik tersebut masih punya aset ratusan mesin jahit senilai Rp 200 juta,” jelas Dede. Pihak menejemen sendiri ingin menjual mesin jahit tersebut secara borongan. Lagi-lagi tidak ada pihak yang berani atau tertarik untuk membelinya.
Dengan niat ingin menolong, Dede menawarkan diri untuk membelinya. Meskipun ia sendiri tidak mempunyai uang sebanyak itu. Ia hanya mempunyai uang Rp 25 juta dan sisanya dibayar dengan cara mencicil.
Di luar dugaan tawaran Dede disetujui oleh pihak menejemen. Dan hebatnya, dalam tempo satu bulan pembayaran bisa lunas.
Kini, usaha Dede terus berkembang. Jumlah karyawannya 8 orang. Omsetnya sudah mencapai ratusan juta rupiah tiap bulannya.
Ketika ditanya, ia enggan menyebutkan secara pasti. Tapi yang jelas setiap bulannya Dede mampu mengangsur ratusan juta. “Nggak tahu ya berapa omsetnya, yang jelas tiap bulan saya membayar kewajiban kepada rekan bisnis Rp 400 juta,” jelasnya.
Sedekah Kulkas ...
Keberhasilan Dede dalam berbisnis ternyata dilandasi oleh semangatnya yang merasa tidak pernah rugi dalam berbisnis.
Menurutnya, perkataan rugi berarti tidak yakin bahwa rezeki datangnya
dari Allah atau ber-su’uzhan (berburuk sangka) kepada Allah. Baginya,
berbisnis atau berdagang harus berprinsip selalu untung.
“Untung tidak diartikan secara materi (uang) semata, namun karena
berdagang adalah diniatkan sebagai ibadah maka keuntungan tersebut bisa
berupa pahala, hubungan silaturahim maupun kemudahan lainnya,” jelasnya.
Selain itu, Dede juga punya keyakinan bahwa dalam menjalankan bisnis
tidak boleh melupakan zakat dan sedekah. Ini yang ia buktikan.
Suatu saat pada bulan Ramadhan, ia membaca di koran ada panti asuhan
anak membutuhkan alat rumah tangga. Dede langsung teringat pada
kulkasnya. Ia kemudian mensedekahkan kulkas tersebut kepada panti asuhan
itu.
Setelah kejadian tersebut Dede banyak mendapat kemudahan dalam
bisnisnya. Antara lain, ia mendapat order yang tidak terduga sebelumnya.
Beberapa relasinya yang mempunyai hutang kepadanya, membayar dengan
tunai. “Padahal saya sudah lupa utang mereka,” terangnya.
Sejak itu ia semakin yakin bahwa zakat, infak, dan sedekah pasti akan diganti oleh Allah dengan yang lebih banyak lagi.
Setelah kejadian itu, ia pun dengan senang hati meminjamkan rumahnya ke
sebuah panti asuhan untuk beberapa tahun. “Kita harus yakin dengan janji
Allah, bukan sekedar di akhirat, di dunia kita sudah bisa merasakan.
Apalagi dengan menyantuni anak yatim, doa-doa mereka akan menjadi
kekuatan bagi kita. Jadi jangan ragu untuk berbagi,” saran bapak empat
anak ini.
Kedermawanan Dede tidak sekedar menjadi donatur sebuah panti asuhan
saja, namun sudah beberapa tahun ini dirinya beserta istri juga tengah
mengasuh beberapa anak yatim dan dhuafa.
Setidaknya ada 40 anak asuh yang mereka santuni. Sebagian besar mereka
masih tinggal bersama keluarganya. “Supaya mereka tidak terpisah atau
tercabut dari kasih sayang keluarganya,” jelas Dede.
Selain itu, ia pun selalu berusaha melaksanakan ibadah sebaik mungkin.
Dari hasil usahanya itu, ia bersama istrinya bisa menunaikan haji ke
Baitullah. “Dengan banyak bersedekah, insya Allah usaha kita akan
dilancarkan oleh Allah,” pungkasnya.
Wallahu a'lam bishshawab, ..
Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat ...
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...
#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
------------------------------------------------
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ....
Sumber: http://jembatanpena.blogspot.co.id/2013/09/kisah-nyata-meraih-sukses-karena-gemar_9.html
Sumber: http://jembatanpena.blogspot.co.id/2013/09/kisah-nyata-meraih-sukses-karena-gemar_9.html
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !